Kisah Madu Arab dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Judul : Kisah Madu Arab dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Baca Juga:


Kisah Madu Arab dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


ADA  dua peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia yang setiap tahun kita peringati, yaitu deklarasi Indonesia merdeka dan dibacakannya naskah proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia oleh Soekarno dan Hatta yang berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Dua persitiwa maha penting dalam perjalanan panjang sejarah perjuangan anak negeri tersebut kemudian kita peringati sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Rumah bersejarah di Pegangsaan Timur 56, Jakarta itu kini menjadi saksi bisu sejarah bangsa Indonesia.  Ditempat inilah “Toedjoe Poeloeh Satoe” tahun lalu bendera kebangsaan Indonesia yang dijahit Ibu Fatmawati Soekarno dikibarkan pertamakali.
Kawasan ini dulu merupakan rumah tinggal Bung Karno bersama keluarga kesayangannya. Rumah bersejarah ini sekarang disebut dengan Gedung Proklamasi semenjak tahun 1960. Pada 17 Agustus 1980 Soeharto meresmikan monumen Proklamasi dimana Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi.
Rumah bersejarah tempat dimana deklarasi Indonesia merdeka dan detik-detik sebelum naskah proklamasi dibacakan, ada peran salah seorang tokoh yang layak untuk tidak kita lupakan dan luput dari catatan sejarah anak bangsa.
Tokoh ini memiliki peran amat penting dan punya andil besar sehingga republik ini berdiri tegak dengan merdeka di atas bangsanya sendiri. Tokoh ini bernama Faradj bin Said bin Awadh Martak. Seorang saudagar Arab kelahiran hadramaut, Yaman yang menghibahkan rumah miliknya di Pegangsaan Timur 56 kepada pemerintah Indonesia, rumah yang pernah dihuni oleh Sang Proklamator dan keluarga kesayangannya, rumah tempat dijahitnya Sang Saka Merah Putih oleh Ibu Fatmawati, rumah tempat di deklarasikannya “Indonesia Merdeka” dan naskah “Proklamasi” kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
Faradj bin Said bin Awadh Martak. Seorang saudagar Arab kelahiran hadramaut, Yaman yang menghibahkan rumah miliknya di Pegangsaan Timur 56 kepada pemerintah Indonesia [ISTIMEWA]
Di rumah ini pula detik-detik sebelum kemerdekaan, proklamator kita sempat meminum “madu arab” kiriman dari Faradj bin Said bin Awadh Martak.
Kelak madu itulah yang menurut Bung Karno sangat membantunya pulih dari kelelahan dan bisa memberinya stamina bangkit membacakan naskah proklamasi diiringi dengan pidato singkatnya.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00, 2 jam sebelum pembacaan naskah proklamasi, Bung Karno masih tertidur lemas di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Kala itu, Soekarno terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Bahkan sehari sebelumnya, Soekarno berikut istri dan anaknya Guruh yang masih dalam gendongan, bersama Hatta sempat dibawa ke Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda pelopor terhadap Sorkarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa Rengasdengklok Karawang untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Selama di Rengasdengklok Soekarno dan keluarganya, juga Hatta berada dalam penjagaan perlindungan keamanan oleh Shodanco Umar Bahsan, pemuda keturunan Arab yang terlatih menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA).
Setelah peristiwa Rengasdengklok itulah, malam kepulanganya pada tengah malam ke Jakarta, Bung Karno meminum madu Arab kiriman Faradj bin Said bin Awadh Martak dan barulah pada keesokan harinya mendapatkan perawatan oleh dokter pribadinya.
Pating greges” (terasa sakit semua badan) keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculairdan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi.
Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. Dan bersama rakyat yang ikut menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut, menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya, masih meriang.
Selepas kemerdekaan, proklamator yang telah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia pertama ini tak lantas melupakan begitu saja jasa baik sahabatnya, sebagai tanda ungkapan dan ucapan terima kasihnya itulah, Bung Karno kemudian menyampaikan rasa ucapan terima kasihnya lewat surat yang Ia tulis dan ditandatanganinya sendiri dengan menggunakan kop surat resmi Kepresidenan RI ditujukan khusus kepada Faradj Martaktertanggal 14 Agustus 1950 dengan ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul, Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia kala itu.
Dalam ucapan terima kasih tersebut juga disebutkan Faradj bin Said Awad Martak juga telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang amat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia.
Ucapan terima kasihnya Soekarno kepada Faradj Martak berkop Kepresidenan RI [ISTIMEWA]
Faradj bin Said bin Awadh Martak adalah saudagar Arab kelahiran Hadramaut yang sukses sebagai pengusaha di Indonesia di masanya, Ia adalah pemilik perusahaan MARBA dan pemilik Hotel Garuda yang bersejarah di Kota Yogyakarta. Selain di Yogyakarta, Gedung MARBA di Kota Lama Semarang juga merupakan salah satu jejaknya. MARBA adalah singkatan dari Martak Badjened (Marta Badjunet), perusahaan yang dirintisnya bersama fam Badjened yang berasal dari Hadramaut.
Ia banyak meninggalkan jejak bersejarah bagi bangsa Indonesia, salah satunya adalah Masjid Agung Al-Azhar yang terkenal di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dimana ia dan sahabatnya Hasan Argubi (Kapten Arab Betawi) termasuk diantara nama-nama yang disebut-sebut sebagai donatur dan pendirinya, sebuah masjid yang ide pendiriannya digagas dan dibina oleh ulama besar Indonesia, Buya Hamka.
Copi dokumentasi surat-surat berharga, surat ucapan terima kasih pemerintah atas hibah rumah Pegangsaan 56 untuk negara, dan surat ucapan terima kasih Bung Karno atas atas madu Arab yang diminumnya kepada Faradj bin Said bin Awadh Martak, penulis peroleh dari cucu kandungnya, Khalid Ali Marta, anak bungsu dari salah satu anaknya yaitu, Ali bin Faradj bin Said bin Awadh Martak.
Ali bin Faradj Martak adalah penerus usaha MARBA dan juga memiliki hubungan yang akrab dengan Bung Karno. Bahkan Bung Karno dan istrinya Hartini beberapa kali mengunjungi kediamannya di Bogor.
Bahkan salah satu puteri Ali bin Faradj Martak saat lahir dinamai sendiri oleh Bung Karno. Istri Ali bin Faradj Martak atau ibu dari Khalid Ali Marta adalah cucu dari Syeih Ghalib bin Said Tebe, salah seorang tokoh pendiri Syarekat Dagang Islamiyyah (SDI) di Bogor yang kelak berubah namanya menjadi Syarekat Islam dibawah kepemimpinan Hadji Oemar Said Tjokroaminto, ayah mertua dari istri pertama Soekarno, Oetari.*/Abdullah Abubakar Batarfie, Sekjen Pengurus Besar Pemuda Al-Irsyad

Judul artikel terkait :Kisah Madu Arab dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Alamat link terkait :Kisah Madu Arab dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Madu Arab dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945"

Posting Komentar