Agama Bangsa Arab Pra Islam
Agama bangsa Arab sebelum kedatangan Islam sangat beragam, ada yang menyembah Allah, ada yang menyembah Matahari, Bulan, Bintang, bahkan ada pula yang menyembah patung dan api. Ada pula yang beragama Nasrani dan Yahudi.
Ka’bah menjadi pusat tempat mereka beribadah. Menurut riwayat, dalam Ka’bah itu terdapat 360 buah patung yang bermacam-macam bentuk dan warna menurut kemauan masing-masing kabilah dan suku.
Dalam lingkungan masyarakat ini, yang menyandarkan peradabannya sejak ribuan tahun kepada sumber agama, dilahirkan para Rasul yang membawa agama-agama yang kita kenali sampai saat ini. Berhadapan dengan agama Masehi yang terbesar, berdiri pula kesatuan agama majusi di India. Selama beberapa abad itu Austria dan Mesir yang membentang sepanjang Funisia, telah merintangi terjadinya suatu pertarungan langsung antara kepercayaan, peradaban Barat dan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia ke dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan itu. Paham Masehi Barat dan Majusi Timur sekarang sudah berhadap-hadapan muka. Selama berabad-abad berturut-turut, baik Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agama masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan moril, masing-masing mereka perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan kepercayaannya, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi kepercayaan dan peradabannya, sekalipun peperangan antara mereka itu berlangsung terus menerus sampai sekian lama.
Mayoritas penganut Yahudi tersebut bercocok tanam dan membuat alatalat besi, seperti perhiasan, dan persenjataan. Begitu juga penganut Kristen, karena mereka sama-sama terpengaruh dari kebudayaan Hellenisme dan pemikiran Yunani. Aliran Kristen yang masuk ke Jazirah Arab ialah aliran Nesturian di Hirrah dan aliran Jarob Barady di Ghasan. Daerah Kristen yang terpenting adalah Najran, sebuah daerah yang subur. Penganut agama Kristen tersebut berhubungan dengan Habasyah (Ethiopia), negara yang melindungi agama ini.
Kepercayaan terhadap agama tauhid ini lama-kelamaan berubah menjadi penyembahan terhadap berhala. Menurut riwayat Ibnu Khalbi dalam kitab alAshnam, perubahan kepercayaan itu terjadi karena adat bangsa Arab untuk membawa batu yang diambil dari sekeliling ka’bah bila mereka akan meninggalkan kota Makkah. Hal tersebut dilakukan karena mereka mencintai kota Makkah dan Ka’bahnya. Dimanapun mereka berada, batu yang mereka bawa dari sekeliling Ka’bah itu dipujanya sebagaimana mereka melakukan thawaf di sekeliling Ka’bah. Kemudian di antara batu-batu yang mereka puja itu dipindahkan di sekeliling Ka’bah. Maka penuhlah Ka’bah itu dengan berhala-berhala. Sebenarnya masih ada orang yang tetap mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa (Allah), tetapi terkontaminasi pada pemujaan berhala, sehingga mereka menjadikan berhala itu sebagai perantaranya. Sebagaimana dilukiskan dalam Al-Qur’an:
“Kami tidak menyembah mereka, melainkan (berharap) agar mereka (berhala-berhala itu) mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
Agama bangsa Arab bisa disebut humanisme suku artinya makna kehidupan itu terwujud dalam keunggulan sifat manusia, yaitu semua kualitas yang bisa sejalan dengan cita-cita kemanusiaan atau keberanian bangsa Arab. Sifat keunggulan ini berada di tangan suku, bukan terletak di individu, hal ini karena ia menjadi anggota suku. Yang menjadi tujuan setiap orang adalah menjaga kehormatan suku. Kehidupan akan bermakna bagi dirinya jika kehidupan itu terhormat dan semua tindakan yang menimbulkan aib dan rasa malu harus dihindari sebisa mungkin. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah. Kota suci tempat berdirinya Ka’bah. Pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut asli Makkah tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang agama bangsa Arab pra Islam. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Ka’bah menjadi pusat tempat mereka beribadah. Menurut riwayat, dalam Ka’bah itu terdapat 360 buah patung yang bermacam-macam bentuk dan warna menurut kemauan masing-masing kabilah dan suku.
Dalam lingkungan masyarakat ini, yang menyandarkan peradabannya sejak ribuan tahun kepada sumber agama, dilahirkan para Rasul yang membawa agama-agama yang kita kenali sampai saat ini. Berhadapan dengan agama Masehi yang terbesar, berdiri pula kesatuan agama majusi di India. Selama beberapa abad itu Austria dan Mesir yang membentang sepanjang Funisia, telah merintangi terjadinya suatu pertarungan langsung antara kepercayaan, peradaban Barat dan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia ke dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan itu. Paham Masehi Barat dan Majusi Timur sekarang sudah berhadap-hadapan muka. Selama berabad-abad berturut-turut, baik Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agama masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan moril, masing-masing mereka perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan kepercayaannya, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi kepercayaan dan peradabannya, sekalipun peperangan antara mereka itu berlangsung terus menerus sampai sekian lama.
Mayoritas penganut Yahudi tersebut bercocok tanam dan membuat alatalat besi, seperti perhiasan, dan persenjataan. Begitu juga penganut Kristen, karena mereka sama-sama terpengaruh dari kebudayaan Hellenisme dan pemikiran Yunani. Aliran Kristen yang masuk ke Jazirah Arab ialah aliran Nesturian di Hirrah dan aliran Jarob Barady di Ghasan. Daerah Kristen yang terpenting adalah Najran, sebuah daerah yang subur. Penganut agama Kristen tersebut berhubungan dengan Habasyah (Ethiopia), negara yang melindungi agama ini.
Kepercayaan terhadap agama tauhid ini lama-kelamaan berubah menjadi penyembahan terhadap berhala. Menurut riwayat Ibnu Khalbi dalam kitab alAshnam, perubahan kepercayaan itu terjadi karena adat bangsa Arab untuk membawa batu yang diambil dari sekeliling ka’bah bila mereka akan meninggalkan kota Makkah. Hal tersebut dilakukan karena mereka mencintai kota Makkah dan Ka’bahnya. Dimanapun mereka berada, batu yang mereka bawa dari sekeliling Ka’bah itu dipujanya sebagaimana mereka melakukan thawaf di sekeliling Ka’bah. Kemudian di antara batu-batu yang mereka puja itu dipindahkan di sekeliling Ka’bah. Maka penuhlah Ka’bah itu dengan berhala-berhala. Sebenarnya masih ada orang yang tetap mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa (Allah), tetapi terkontaminasi pada pemujaan berhala, sehingga mereka menjadikan berhala itu sebagai perantaranya. Sebagaimana dilukiskan dalam Al-Qur’an:
“Kami tidak menyembah mereka, melainkan (berharap) agar mereka (berhala-berhala itu) mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
Agama bangsa Arab bisa disebut humanisme suku artinya makna kehidupan itu terwujud dalam keunggulan sifat manusia, yaitu semua kualitas yang bisa sejalan dengan cita-cita kemanusiaan atau keberanian bangsa Arab. Sifat keunggulan ini berada di tangan suku, bukan terletak di individu, hal ini karena ia menjadi anggota suku. Yang menjadi tujuan setiap orang adalah menjaga kehormatan suku. Kehidupan akan bermakna bagi dirinya jika kehidupan itu terhormat dan semua tindakan yang menimbulkan aib dan rasa malu harus dihindari sebisa mungkin. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah. Kota suci tempat berdirinya Ka’bah. Pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut asli Makkah tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang agama bangsa Arab pra Islam. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Alamat link terkait :Agama Bangsa Arab Pra Islam
0 Response to "Agama Bangsa Arab Pra Islam"
Posting Komentar