Pembebasan Baitul-Maqdis Oleh Shalahudin Al Ayyubi
Setelah selesai memenangkan peperangan besar dan menentukan di Hittin, Shalahudin Al Ayyubi kembali menggalang kekuatan untuk membebaskan Baitul maqdis dari tangan penjajah, yang merupakan cita-cita utama Shalahudin Al Ayyubi dan kaum muslimin.
Pasukan yang tangguh telah terbentuk, kemudian segera dikerahkan ke Akka. Tanpa mengeluarkan tenaga yang berarti, Akka dapat dikuasai tanpa peperangan. Masyarakat Akka meminta kesepakatan dengan pasukan kaum muslimin dan berbaiat kepada Shalahudin Al-Ayyubi dengan kerelaan hati.
Dalam waktu yang bersamaan, satu pasukan yang langsung dipimpin oleh Shalahudin Al-Ayyubi bergerak untuk misi penghancuran pertahanan musuh dan merebut benteng-benteng pasukan salib. Usaha Shalahudin Al-Ayyubi dan kaum muslimin membuahkan hasil. Kota Nablus, Haifa, Kaisariah, Shafuriyah dan Nashirah dapat dikuasai dengan mudah.
Serangkaian serangan terus dilancarkan hingga ke benteng Tabnin. Benteng yang mengelilingi kota itu dikepung tanpa celah dan diserang. Akibatnya banyak pasukan salib yang terbunuh, sedangkan yang masih hidup menjadi tawanan perang. Pasukan kaum muslimin terus bergerak ke Beirut dan mengepung kota itu. Masyarakat menyatakan kekalahan dan menyerahkan kota itu, dengan syarat agar Shalahudin Al Ayyubi bersedia mengampuni mereka. Syarat itu diterima dengan senang hati oleh Shalahudin Al Ayyubi. Bahkan selain diampuni mereka juga dilindungi.
Langkah Shalahudin Al Ayyubi selanjutnya adalah membersihkan sisasisa budaya pasukan Eropa dan Salib yang masih melekat kuat di kota-kota di seluruh wilayah Arab. Beberapa kota yang sulit untuk dibersihkan dari unsur pasukan perang salib adalah kota Shuar, Azqolan, dan Baitul Maqdis. Pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan Shalahudin Al Ayyubi terus melaju dan berhasil mengepung kota Azqalan, menutup seluruh jalur transportasi keluar masuk kota itu, dan memerangi masyarakat yang tidak mau tunduk. Maka tak membutuhkan waktu lama, pasukan Shalahudin Al Ayyubi mampu menguasai kota tersebut.
Dari Azqolan, pasukan Shalahudin Al Ayyubi bergerak ke kota Shuar yang merupakan markas besar kekuatan Eropa dan Salib. Pasukan dengan kekuatan penuh itu ingin menyerang pasukan Shalahudin Al Ayyubi. Gelagat kurang menguntungkan ini disiasati oleh Shalahudin Al Ayyubi dengan melakukan komunikasi perdamaian dengan masyarakat.
Tetapi, mereka tidak bersedia menerima ajakan damai dan memilih jalur peperangan melawan kaum muslimin. Ketika ajakan damai tidak membuahkan hasil, Shalahudin Al Ayyubi kemudian mengirim utusan untuk meminta bantuan pasukan dan perlengkapan perang dari Aleppo. Beberapa saat kemudian, anaknya yang bernama Raja Zhair datang tepat waktu bersama dengan pasukan yang besar untuk bergabung dengan kaum muslimin di bawah pimpinan ayahnya.
Pasukan perang Raja Zhair datang dengan membawa peralatan perang yang canggih untuk standar ketika itu. Peralatan perang yang mereka bawa antara lain manjanik, kendaraan berlapis besi, dan panah. Shalahudin Al-Ayyubi juga mengutus orang agar memerintahkan angkatan laut Mesir segera mengepung kota Shuar dari arah laut. Setelah utusan itu menyampaikan perintah, maka Badran segera mengerahkan angkatan perang dan armada laut. Perang besar pun terjadi antara pasukan kaum muslimin dengan pasukan Salib. Serangan Shalahudin Al Ayyubi sangat mendadak dan gencar sehingga mereka terkejut. Tak berapa lama pasukan Shalahudin Al Ayyubi mampu menekan kota tersebut dan masyarakat menyerah kalah.
Pasukan kaum muslimin yang dipimpin Shalahudin Al-Ayyubi kemudian melanjutkan perjalanan militer ke kota Ghazzah, Qathrun, dan Bait Jabrin. Ketiga kota itu juga tunduk kepada kaum muslimin tanpa kekerasan. Dengan berbagaia kemenangan tersebut maka tujuan untuk merebut Baitul Maqdis semakin terbuka lebar.
Shalahudin Al Ayyubi dan kaum muslimin memasuki Baitul Maqdis pada tahun 583 H/1187 M. Tetapi, Shalahudin Al Ayyubi tidak mengadakan penyerangan terhadap kota Baitul Maqdis sebagai bentuk penghormatan terhadap kota yang disucikan. Ia melakukan pembicaraan damai secara intensif kepada masyarakat kota Baitul Maqdis dan pasukan Eropa. Shalahudin Al Ayyubi menawarkan upaya damai agar mereka bersedia tunduk dengan aturan pemerintahan Shalahudin Al-Ayyubi dan menyerahkan kota Baitul Maqdis dengan suka rela. Kepada masyarakat diberikan jaminan hidup layak dan terhormat, dapat menjalankan segala bentuk upacara keagaman mereka dengan bebas, termasuk menjaga keamanan tempat-tempat ibadah mereka.
Bagi Shalahudin Al-Ayyubi Baitul Maqdis adalah tempat suci yang harus dimuliakan maka ketika memasuki kota tersebut ia berlaku santun dan mengedepankan perdamaian. Ungkapan penghormatan Shalahudin Al Ayyubi tersebut sebagaimana kata-katanya, “Baitul Maqdis adalah rumah Allah. Kedatangan saya bukan bermaksud mengotori kesucian kota ini melalui pertumpahan darah. Maka, sebaiknya kalian tunduk dan menyerahkan kota ini kepadaku. “
Hal itu sangat berbeda dengan pasukan Eropa dan Salib yang datang pada tahun 1099 M. Mereka berperilaku tidak beradab dan menghinakan tempattempat suci kaum muslimin. Mereka juga melakukan pembunuhan terhadap rakyat kecil yang tak berdosa dan menyiksa mereka dengan kejam.
Penawaran perdamaian dari Shalahudin Al-Ayyubi itu ternyata tidak ditanggapi positif oleh pasukan Salib. Sikap mereka pun disambut dengan cara kemiliteran oleh Shalahudin Al-Ayyubi. Kota Baitul Maqdis dikepung dari segala penjuru oleh kaum muslimin. Pasukan Shalahudin Al-Ayyubi juga mendirikan markas di atas gunung Zaitun. Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada reaksi adanya penerimaan perdamaian, maka pasukan Shalahudin Al-Ayyubi menyerang dengan manjanik. Tembok luar benteng kota Baitul Maqdis jebol dan pasukan Shalahudin Al-Ayyubi bergerak semakin memasuki jantung kota.
Keadaan itu membuat masyarakat kota ketakutan, kemudian mereka menunjuk seorang kurir untuk mengadakan perundingan dan menyampaikan persyaratan perdamaian dengan Shalahudin Al-Ayyubi. Cara mereka itu ditolak oleh Shalahudin Al Ayyubi dengan mengatakan, “Apakah suatu kota yang telah dapat dikalahkan berhak memberikan syarat-syarat untuk berdamai?”
Meski permintaan perdamaian dari mereka ditolak dan pasukan Shalahudin Al-Ayyubi memasuki kota Baitul Maqdis, Shalahudin Al-Ayyubi tetap menjamin keamanan bagi masyarakat kota tersebut. Shalahudin Al-Ayyubi juga menunjukkan sikap simpatik dan lembut kepada penduduk. Ia juga konsisten dengan janjinya untuk memberikan kebebasan kepada orang-orang Nasrani untuk menjalankan ritual peribadatan mereka. Para panglima perang Salib yang menjadi tawanan, dibebaskan dengan memberi kelonggaran waktu selama 40 hari untuk meninggalkan kota dan menuju Shaida.
Dari serangkain peperangan itu, tampak bahwa Shalahudin Al Ayyubi ingin menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa ia melakukan peperangan bukan didorong oleh kebencian dan rasisme, tetapi hanya ingin melepaskan kota-kota Islam dari penjajahan pasukan Salib dan Eropa.
Dengan kehebatan Shalahudin Al-Ayyubi sampai-sampai seorang sutradara film yang bernama Ridley Scott mengabadikan peristiwa peperangan ini dalam sebuah film yg berjudul “Kingdom Of Heaven”. Beberapa cuplikan yg menarik dalam film itu misalnya pembicaraan antara Shalahudin Al Ayyubi dengan Balian. Balian : ”Saya akan serahkan kota Yerussalem kepada saudara, akan tetapi saudara harus mampu menjamin keselamatan kami dan orang-orang non-muslim lainnya!” Salahuddin : ”Saya akan jamin keselamatan saudara dan seluruh orang non muslim.”
Selanjutnya, Balian : ”Apa saudara dapat menjamin kami bahwa saudara akan menepati janji?” (Balian masih trauma dengan kekejian, kebrutalan, dan kekejaman pasukan Salib ketika Yerussalem jatuh ke tangan mereka. Banyak kaum muslimin dan orang-orang yang tidak berdosa dibunuh dan disiksa sampai darah mengaliri kota Yerussalem dan bau mayat menyesakkan pernafasan. Maka wajar kalau Balian masih ketakutan dan khawatir jangan-jangan Shalahudin dan pasukannya melakukan sebagaimana peristiwa yang lalu).
Shalahuddin : ”(Diam sesaat, matanya menatap tajam wajah lugu Balian) Ya, Saya akan menepati janji, Insya Allah saya Shalahudin bukanlah seperti orang orang saudara”.
Itulah sekelumit kisah kepahlawanan Shalahuddin Al-Ayyubi. Pemimpin Islam yang sangat berwibawa, pahlawan yang gagah berani, dan seorang tokoh yang sangat menghargai pada semua janjinya. Shalahuddin Al Ayyubi telah membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjamin keamanan bagi seluruh manusia, memberi kebebasan untuk mejalankan keyakinan mereka, dan menjamin kehormatan mereka.
Banyak musuh shalahuddin Al-Ayyubi yang mengagumi sifat-sifatnya, jiwa kesatrianya, akhlanya yang mulia, memuliakan tamu, tidak pernah ingkar janji, pemaaf kepada yang berbuat salah. Keluhuran budi shalahuddin Al-Ayyubi banyak memberikan pelajaran kepada pasukan Salib yang akan dikenang selamanya.
Dengan sifat dan sikap tersebut, maka banyak dari pasukan Salib itu yang memeluk Islam. Mereka masuk Islam bukan karena takut, tetapi menyadari kebenaran Islam yang mengedepankan perdamaian. Mereka tertarik mengikuti agama yang dianut oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
Pasukan yang tangguh telah terbentuk, kemudian segera dikerahkan ke Akka. Tanpa mengeluarkan tenaga yang berarti, Akka dapat dikuasai tanpa peperangan. Masyarakat Akka meminta kesepakatan dengan pasukan kaum muslimin dan berbaiat kepada Shalahudin Al-Ayyubi dengan kerelaan hati.
Dalam waktu yang bersamaan, satu pasukan yang langsung dipimpin oleh Shalahudin Al-Ayyubi bergerak untuk misi penghancuran pertahanan musuh dan merebut benteng-benteng pasukan salib. Usaha Shalahudin Al-Ayyubi dan kaum muslimin membuahkan hasil. Kota Nablus, Haifa, Kaisariah, Shafuriyah dan Nashirah dapat dikuasai dengan mudah.
Serangkaian serangan terus dilancarkan hingga ke benteng Tabnin. Benteng yang mengelilingi kota itu dikepung tanpa celah dan diserang. Akibatnya banyak pasukan salib yang terbunuh, sedangkan yang masih hidup menjadi tawanan perang. Pasukan kaum muslimin terus bergerak ke Beirut dan mengepung kota itu. Masyarakat menyatakan kekalahan dan menyerahkan kota itu, dengan syarat agar Shalahudin Al Ayyubi bersedia mengampuni mereka. Syarat itu diterima dengan senang hati oleh Shalahudin Al Ayyubi. Bahkan selain diampuni mereka juga dilindungi.
Langkah Shalahudin Al Ayyubi selanjutnya adalah membersihkan sisasisa budaya pasukan Eropa dan Salib yang masih melekat kuat di kota-kota di seluruh wilayah Arab. Beberapa kota yang sulit untuk dibersihkan dari unsur pasukan perang salib adalah kota Shuar, Azqolan, dan Baitul Maqdis. Pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan Shalahudin Al Ayyubi terus melaju dan berhasil mengepung kota Azqalan, menutup seluruh jalur transportasi keluar masuk kota itu, dan memerangi masyarakat yang tidak mau tunduk. Maka tak membutuhkan waktu lama, pasukan Shalahudin Al Ayyubi mampu menguasai kota tersebut.
Dari Azqolan, pasukan Shalahudin Al Ayyubi bergerak ke kota Shuar yang merupakan markas besar kekuatan Eropa dan Salib. Pasukan dengan kekuatan penuh itu ingin menyerang pasukan Shalahudin Al Ayyubi. Gelagat kurang menguntungkan ini disiasati oleh Shalahudin Al Ayyubi dengan melakukan komunikasi perdamaian dengan masyarakat.
Tetapi, mereka tidak bersedia menerima ajakan damai dan memilih jalur peperangan melawan kaum muslimin. Ketika ajakan damai tidak membuahkan hasil, Shalahudin Al Ayyubi kemudian mengirim utusan untuk meminta bantuan pasukan dan perlengkapan perang dari Aleppo. Beberapa saat kemudian, anaknya yang bernama Raja Zhair datang tepat waktu bersama dengan pasukan yang besar untuk bergabung dengan kaum muslimin di bawah pimpinan ayahnya.
Pasukan perang Raja Zhair datang dengan membawa peralatan perang yang canggih untuk standar ketika itu. Peralatan perang yang mereka bawa antara lain manjanik, kendaraan berlapis besi, dan panah. Shalahudin Al-Ayyubi juga mengutus orang agar memerintahkan angkatan laut Mesir segera mengepung kota Shuar dari arah laut. Setelah utusan itu menyampaikan perintah, maka Badran segera mengerahkan angkatan perang dan armada laut. Perang besar pun terjadi antara pasukan kaum muslimin dengan pasukan Salib. Serangan Shalahudin Al Ayyubi sangat mendadak dan gencar sehingga mereka terkejut. Tak berapa lama pasukan Shalahudin Al Ayyubi mampu menekan kota tersebut dan masyarakat menyerah kalah.
Pasukan kaum muslimin yang dipimpin Shalahudin Al-Ayyubi kemudian melanjutkan perjalanan militer ke kota Ghazzah, Qathrun, dan Bait Jabrin. Ketiga kota itu juga tunduk kepada kaum muslimin tanpa kekerasan. Dengan berbagaia kemenangan tersebut maka tujuan untuk merebut Baitul Maqdis semakin terbuka lebar.
Shalahudin Al Ayyubi dan kaum muslimin memasuki Baitul Maqdis pada tahun 583 H/1187 M. Tetapi, Shalahudin Al Ayyubi tidak mengadakan penyerangan terhadap kota Baitul Maqdis sebagai bentuk penghormatan terhadap kota yang disucikan. Ia melakukan pembicaraan damai secara intensif kepada masyarakat kota Baitul Maqdis dan pasukan Eropa. Shalahudin Al Ayyubi menawarkan upaya damai agar mereka bersedia tunduk dengan aturan pemerintahan Shalahudin Al-Ayyubi dan menyerahkan kota Baitul Maqdis dengan suka rela. Kepada masyarakat diberikan jaminan hidup layak dan terhormat, dapat menjalankan segala bentuk upacara keagaman mereka dengan bebas, termasuk menjaga keamanan tempat-tempat ibadah mereka.
Bagi Shalahudin Al-Ayyubi Baitul Maqdis adalah tempat suci yang harus dimuliakan maka ketika memasuki kota tersebut ia berlaku santun dan mengedepankan perdamaian. Ungkapan penghormatan Shalahudin Al Ayyubi tersebut sebagaimana kata-katanya, “Baitul Maqdis adalah rumah Allah. Kedatangan saya bukan bermaksud mengotori kesucian kota ini melalui pertumpahan darah. Maka, sebaiknya kalian tunduk dan menyerahkan kota ini kepadaku. “
Hal itu sangat berbeda dengan pasukan Eropa dan Salib yang datang pada tahun 1099 M. Mereka berperilaku tidak beradab dan menghinakan tempattempat suci kaum muslimin. Mereka juga melakukan pembunuhan terhadap rakyat kecil yang tak berdosa dan menyiksa mereka dengan kejam.
Penawaran perdamaian dari Shalahudin Al-Ayyubi itu ternyata tidak ditanggapi positif oleh pasukan Salib. Sikap mereka pun disambut dengan cara kemiliteran oleh Shalahudin Al-Ayyubi. Kota Baitul Maqdis dikepung dari segala penjuru oleh kaum muslimin. Pasukan Shalahudin Al-Ayyubi juga mendirikan markas di atas gunung Zaitun. Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada reaksi adanya penerimaan perdamaian, maka pasukan Shalahudin Al-Ayyubi menyerang dengan manjanik. Tembok luar benteng kota Baitul Maqdis jebol dan pasukan Shalahudin Al-Ayyubi bergerak semakin memasuki jantung kota.
Keadaan itu membuat masyarakat kota ketakutan, kemudian mereka menunjuk seorang kurir untuk mengadakan perundingan dan menyampaikan persyaratan perdamaian dengan Shalahudin Al-Ayyubi. Cara mereka itu ditolak oleh Shalahudin Al Ayyubi dengan mengatakan, “Apakah suatu kota yang telah dapat dikalahkan berhak memberikan syarat-syarat untuk berdamai?”
Meski permintaan perdamaian dari mereka ditolak dan pasukan Shalahudin Al-Ayyubi memasuki kota Baitul Maqdis, Shalahudin Al-Ayyubi tetap menjamin keamanan bagi masyarakat kota tersebut. Shalahudin Al-Ayyubi juga menunjukkan sikap simpatik dan lembut kepada penduduk. Ia juga konsisten dengan janjinya untuk memberikan kebebasan kepada orang-orang Nasrani untuk menjalankan ritual peribadatan mereka. Para panglima perang Salib yang menjadi tawanan, dibebaskan dengan memberi kelonggaran waktu selama 40 hari untuk meninggalkan kota dan menuju Shaida.
Dari serangkain peperangan itu, tampak bahwa Shalahudin Al Ayyubi ingin menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa ia melakukan peperangan bukan didorong oleh kebencian dan rasisme, tetapi hanya ingin melepaskan kota-kota Islam dari penjajahan pasukan Salib dan Eropa.
Dengan kehebatan Shalahudin Al-Ayyubi sampai-sampai seorang sutradara film yang bernama Ridley Scott mengabadikan peristiwa peperangan ini dalam sebuah film yg berjudul “Kingdom Of Heaven”. Beberapa cuplikan yg menarik dalam film itu misalnya pembicaraan antara Shalahudin Al Ayyubi dengan Balian. Balian : ”Saya akan serahkan kota Yerussalem kepada saudara, akan tetapi saudara harus mampu menjamin keselamatan kami dan orang-orang non-muslim lainnya!” Salahuddin : ”Saya akan jamin keselamatan saudara dan seluruh orang non muslim.”
Selanjutnya, Balian : ”Apa saudara dapat menjamin kami bahwa saudara akan menepati janji?” (Balian masih trauma dengan kekejian, kebrutalan, dan kekejaman pasukan Salib ketika Yerussalem jatuh ke tangan mereka. Banyak kaum muslimin dan orang-orang yang tidak berdosa dibunuh dan disiksa sampai darah mengaliri kota Yerussalem dan bau mayat menyesakkan pernafasan. Maka wajar kalau Balian masih ketakutan dan khawatir jangan-jangan Shalahudin dan pasukannya melakukan sebagaimana peristiwa yang lalu).
Shalahuddin : ”(Diam sesaat, matanya menatap tajam wajah lugu Balian) Ya, Saya akan menepati janji, Insya Allah saya Shalahudin bukanlah seperti orang orang saudara”.
Itulah sekelumit kisah kepahlawanan Shalahuddin Al-Ayyubi. Pemimpin Islam yang sangat berwibawa, pahlawan yang gagah berani, dan seorang tokoh yang sangat menghargai pada semua janjinya. Shalahuddin Al Ayyubi telah membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjamin keamanan bagi seluruh manusia, memberi kebebasan untuk mejalankan keyakinan mereka, dan menjamin kehormatan mereka.
Banyak musuh shalahuddin Al-Ayyubi yang mengagumi sifat-sifatnya, jiwa kesatrianya, akhlanya yang mulia, memuliakan tamu, tidak pernah ingkar janji, pemaaf kepada yang berbuat salah. Keluhuran budi shalahuddin Al-Ayyubi banyak memberikan pelajaran kepada pasukan Salib yang akan dikenang selamanya.
Dengan sifat dan sikap tersebut, maka banyak dari pasukan Salib itu yang memeluk Islam. Mereka masuk Islam bukan karena takut, tetapi menyadari kebenaran Islam yang mengedepankan perdamaian. Mereka tertarik mengikuti agama yang dianut oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang embebasan Baitul-Maqdis Oleh Shalahudin Al Ayyubi. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Akhlak Tasawuf Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2016. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Alamat link terkait :Pembebasan Baitul-Maqdis Oleh Shalahudin Al Ayyubi
0 Response to "Pembebasan Baitul-Maqdis Oleh Shalahudin Al Ayyubi"
Posting Komentar