Makna di Balik Pengulangan ‘Iqra’ Pada Surat Pertama
Oleh : Ustadz Sholih Hasyim
Ada hal yang asing/jarang dibahas dalam kitab tafsir dan diangkat ke permukaan. Padahal, menurut hemat saya, ini amat penting. Yaitu mengapa sosok Jibril menggunakan kalimat perintah tiga kali : iqra, iqra, iqra. Tidak mungkin sosok seperti Jibril melakukan redundant; mubazir. Pasti tiap titik koma punya makna tersendiri.
Kosakata Asing
Rasulullah sendiri juga seperti bingung waktu itu. Sampai berkata; ma ana biqari. Secara ilmu semantik, qaraah adalah suatu kosakata yang tidak familiar di bangsa Arab waktu itu. Karena qaraah padanan dengan kataba. Qoraa dan kataba selalu terkait. Qaraah artinya membaca kitab suci. Sementara di dunia Arab tidak pernah turun kitab suci. Di Arab, kata qaraah merujuk kepada ‘pembaca kitab suci’. Jadi Jibril mengatakan iqra. Rasulullah menjawab ma ana biqari.
Mohon maaf, rasanya tidak bisa diterjemahkan bahwa nabi Muhammad buta huruf hanya karena mengartikan ma ana biqari. Apa kita bangga dipimpin seroang nabi buta huruf ? Orang secerdas seperti itu masa’ membaca saja tidak bisa, hanya karena kita membaca qaraah dalam perspektif modern. Padahal qaraah pada masa nabi adalah suatu bahasa Arab yang tidak familiar bagi orang Arab sendiri. Kecuali talaa yatluw, `utlu; membaca. Palestina tempat orang membaca kitab suci, karena hampir semua kitab suci turun di sana. Tidak pernah ada kitab suci turun di jazirah Arab. Maka Nabi mengatakan; saya bukan bangsa pembaca kitab. Iqra | ma ana biqari.| … barulah yang keempat; iqra bismi rabbilkallazi khalaq.
Dalam satu tafsir Isyari disebutkan, ternyata
Iqra pertama artinya how to read.
Iqra kedua; how to learn.
Iqra ketiga; how to understand.
Iqra keempat; iqra bismi rabbiq ; how to elevate..
Jadi kalau kita baca Al Qur’an kejar target, sudah berapa juz, itu iqra pertama. Ingat, Jibril memerintahkan, bukan hanya satu kali. Ini juga yang perlu kita perjelas, bahwa ustadz kita sering mengatakan iqra; bacalah Al Qur’an. Padahal Al Qur’an belum ada waktu itu.
Jadi yang perlu dibaca, dalam ilmu balaghah. ilmu bahasa Arab, apabila ada fi’il amr tanpa maf’ul/ kalimat perintah tanpa objek. Itu yufidul 'am; menunjukkan kepada apapun (umum). Semua harus dibaca, dan yang tentu harus dibaca adalah segala sesuatu selain Allah adalah ayat. Alam raya ini adalah ayat.
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu ? (QS. Fushilat (41) : 53)..
Kita diperingatkan bahwa tidak hanya mampu membaca dalam pengertian how to read and learn, tapi juga bagaimana lebih melibatkan lagi tingkatan kesadaran berikutnya. how to understand. Iqra ketiga ada keterlibatan tidak hanya intelektual tapi juga emosional. Iqra ketiga lebih mendalam lagi, ada keterlibatan emosi.
Contoh, kita melihat banyak foto. Kita melihat ibunda kita . di antara sekian banyak foto kenapa kita terpana melihat foto ibunda kita ? Karena ada iqra ketiga di situ. Sejak beliau pergi, tidak ada lagi air mata tumpah mendoakan aku. Demikian kata anaknya. Kita melihat pohon kelapa. Yang menanam adalah bapak saya. Beliau tidak sempat menikmati buahnya. Sayalah yang menikmatinya. Begitu melihat pohon kelapa itu, dia terharu dan terkesan, bahwa di balik buah yang enak ini ada keringat yg pernah mengucur.
Umat Islam seharusnya mensponsori, sekarang sedang era revolusi mental, mustahil ada revolusi mental tanpa ada perubahan metodologi atau epistimologi. Maka itu perlu iqra, kalau dalam ilmu tafsir, ini perlu disyarah, perlu diberikan anotasi. Banyak sekali, singkat tapi sangat padat. Iqra ketiga ini yang kurang dalam umat islam. Bisanya hanya sampai di iqra kedua. Maka banyak orang makin pintar tapi makin kurang ajar. Mungkinkah Umat Islam menjadi ukuran dalam melihat seorang ilmuwan yang tidak mesti harus menyakiti perasaan orang lain.
Baru sedikit orang yang bisa mencapai iqra ketiga. padahal Jibril sudah memperingatkan kita. Iqra. Lebih sedikit lagi yang mencapai iqra keempat. Kalau orang sudah sampai ke iqra keempat melibatkan spiritualitas, cinta kasih yang sangat dalam. Maka tidak ada satu pun yang tidak bermakna.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran (3) : 191)..
Dan inilah yang dipegang sesungguhnya oleh ilmuwan kita pada abad pertengahan. Pribadi yang sangat utuh.
Saya berikan satu contoh; Ibn Rusyd. Kalau membaca Ibn Rusyd kira-kira otaknya encer. Dia menulis sebuah buku; Bidayatul Mujtahid. Kalau ulama fikih pernah membacanya, seperti tidak ada lagi kitab fikih komprehensif selengkap Bidayatul Mujtahid. Lupa bahwa buku tersebut ditulis seorang dokter yang menulis buku kedokteran Tidak pernah ada yang menyangka kalau Ibn Rusyd seorang fuqaha. Tapi membaca satu karyanya lagi Fasl al-maqal fi ma bayna hikmal sharia, tidak pernah ada yg menyangka kalau dia seorang dokter. Mungkin dianggap seorang sufi yg sangat hebat. Jadi dia sufi, dokter, dan ahli fiqih. Prakteknya, kalau pagi hari menjadi qadhi, di siang hari jadi filosof, di malam hari dia sufi. Pribadi yang utuh.
Ilmuwan lagi juga sama. Jabir ibn Hayyan dikenal the father of chemistry. Lebih dahulu dia menjadi seorang sufi baru menjadi ahli kimia. Anak nakal sebelumnya. Hati-hati terhadap anak nakal yang pada masa muda, biasanya bikin kejutan di masa tua. Jadi tidak perlu takut terhadap JIL di masa muda tapi justru Ibn Arabi, imam al Ghazali, Hasan Basri, mantan pemikir bebas. Tapi karena faktor umur dan kematangan dia menjadi orang paling hebat. Jadi jangan mengecilkan semangat orang yang mungkin berbeda dengan kita sebagai orangtua. siapa tahu di kemudian hari akan menjadi orang hebat. Jabir mengakui; saya dulu sangat nakal, kasar, keras, tapi di atas sejadah malam kok bisa menangis. Perbuatan cengeng seperti ini. Di siang hari dia merenung, hati yang sangat keras bisa lembut. Dia melihat sebuah bongkahan batu yang keras ini kalau diproses dan diasah akan menghasilkan batu mulia dan harganya akan lebih mahal. Diambilnya batu itu, dibelah, diasah, jadi permata. Dia melihat logam ini, kalau kita proses akan menjadi logam mulia, emas. Jadi al kimia yang melahirkan kimia.
Pengetahuan Keilahian
Kelemahan kita sebagai seorang ilmuwan modern mungkin karena terlalu cerebral-oriented. Akhrinya apa yang terajdi, ilmu selalu kita konotasikan dengan akal. Padahal sesungguhnya, wilayah kita ada divine knowledge. Tiap orang memiliki human knowledge dan divine knowledge. Divine knowledge (pengetahuan keilahian) ada 3 tingkatan. Kalau jatuhnya kepada seorang nabi, maka itu disebut wahyu, 100% benar maka itu disebut haqqul yakin. Kalau jatuhnya kepada seorang wali, kira-kira 90% benar. Divine knowledge adalah tingkat kebenarannnya ainul yakin. Kalau orang seperti kita jangan kuatir, kita juga punya akses untuk ke sumber knowledge namanya ta’lim. Prosentase kebenarannya di atas 80%. Tingkat kebenarannnya ilmul yakin.
Jadi, semua orang punya kemampuan mengakses alam sana. Kita tidak bisa hanya percaya satu alam. Al Fatihah yang selalu kita baca. Alamin itu jamak. Kalau hanya satu alam; alamun. jadi ada alam syahadah mutlak, alam syahadah relatif, alam ghaib relatif, alam ghaib mutlak dan ada yang bukan alam. Itulah wilayah keilahian wahidiyah dan ahadiyah dalam imu tasawuf. Orang yang bersih hatinya mampu mengakses alam-alam di atas. Makin tinggi alam itu makin dekat kepada Allah. Makanya kita baca dalam jami karamatul aulia; alangkah miskinnya seorang ilmuwan kalau gurunya hanya orang hidup. Bahkan ada lagi, alangkah miskinnya seorang murid kalau gurunya hanya manusia biasa. Ternyata ulama kita belajarnya kepada macam-macam. Misal, kita dari sunni, ihya ulumuddin ditulis di puncak menara masjid Damaskus. Ada yg protes, syekh, banyak sekali hadis di ihya ulumuddin yang saya tidak pernah baca di kitab hadis. Ia menjawab; saya tidak pernah menulis sebuah hadis dalam kitab ihya tanpa konfirmasi dulu kepada Nabi. Rasululullah wafat 622 H, al Ghazali 1111 H. Ada dua ratusan hadis dalam ihya. Berarti bisa dua ratusan kali bertemu Nabi hanya satu kitab.
Kata Rasulullah dalam hadis Bukhari Muslim, siapa yang bermimpi menjumpai aku, aku betul-betul yang dilihat. Satu-satunya wajah yang tidak bisa dipalsukan iblis adalah wajahku. Itu bukan hanya Imam al Ghazali. Dalam jami karamatul aulia ada 459 wali di situ. Tidak ada wali songo, saya lihat tidak tahu kenapa. Rata-rata punya akses ke sumber ilmu pengetahuan. Jadi betapa dangkalnya ilmu pengetahuan kita kalau menafikan apa yang sekarang ini dipandang enteng. Astrologi. katanya bid'ah. Padahal justru kalau kita lihat ada 27 ilmuwan terkemuka pada abad pertengahan mengakuinya. Hanya astrologi mereka tidak seperti astrologi Cina, Romawi/ Eropa dan India. Itu memang syirik. Astrologi islam tidak lain adalah mukasyafah itu sendiri. Kita tahu kalau orang bersih hatinya mampu memantulkan cahaya dari yang Maha Bercahaya.
Jadi sumber pengetahuan dalam Islam ada enam. Sementara Barat hanya akumulasi deduktif keilmuwan itu. kita percaya mimpi sebagai sumber ilmu pengetahuan. Kalau tidak meyakininya, berarti sebagian ajaran Islam hilang. Wajib hukumnya menyembelih domba saat idul adha dasarnya mimpi. Aku melihat engkau dalam mimpi, aku menyembelih engkau. Kalau menolak mimpi, sebagian ajaran islam hilang. Dalam Islam ada 5 tingkatan mimpi. Ada yg disebut al hilm; anak remaja yang bermimpi basah; hilmun. Ada lagi manamats; mimpi para nabi. sama dengan wahyu. Ada lagi ru’ya shadiqa; beberapa wali termasuk Nabi Yusuf menggunakan istilah tersebut. Ada lagi yang disebut waqiiyat, para suluk, pemimpin tarekat tempo dulu. Betul-betul sangat bersih hatinya. Dalam satu kitab kuning. suhra wardi. ‘pak kiyai habis perbekalan ini, setelah tadabur ke gunung. Kita berdoa. Antara tidur dan tidak, dia diperlihatkan, pergilah ke bawah pohon gali di situ ada bungkusan jubah warna hijau. Hati-hati karena di dalam kantungnya ada keping-keping emas. Para santri menggali dan benar ada. Kalau kebetulan hanya ada 2-3. Kalau ada ribuan pasti bukan kebetulan. kalau ini ditiadakan, berarti besar sekali kerugian umat Islam.
Karena itu, kita menuntut ilmu terlalu otak- oriented. Akhirnya kita lihat sekarang apa yang terjadi. divine knowledge tidak diminati orang. Padahal diakui atau tidak, pengakuan yang cerdas tiba-tiba muncul dalam benak kita bukan punya kita tapi Allah. Ada dua macam pengetahuan; melalui olah nalar bahasa arabnya ilmun. Ada olah batin; ma’arifah. ilmun sedikit tapi hikmah dahsyat luar biasa. Unlimited. Tanpa batas.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).(QS. Al Baqarah (2) : 269) .
Terakhir saya ingin menyimpulkan sudah saatnya kaum muslimin mempromosikan suatu metodologi keilmuwan yang bisa mengeksplor kembali nilai-nilai luhur kita. Nilai-nilai Al Qur’an itu sendiri. Terlalu banyak kerugian kalau kita menafikan sumber-sumber ilmu pengetahuan disebutkan tadi, termasuk intuisi yang dipelihara akan sangat tajam. Mintalah pandangan terhadap hati. Tapi bagaiman hati yang tidak pernah terawat bisa dimintai pandangan, karena hati-hati, iblis sekarang bisa menyamar menggunakan jubah malaikat. Sebaliknya malaikat juga kadang menggunakan jubah iblis untuk menguji kita.
Saya akan menutup dengan hadits; suatu saat Abu Hurairah, pemegang kunci baitul maal diperingatkan Rasulullah, hati-hati nanti malam akan datang pencuri. Lewat tengah malam. Muncul dan ditangkap. Ia lalu memohon maaf saya terpaksa mencuri karena orang tua dan anak saya sakit. dilepas. Kata Rasulullah nanti malam akan datang pencuri baru. Begadang. Akhirnya ditangkap lagi. Singkatnya beriba-iba lagi terhadap Abi Hurairah.
Sampai malam ketiga masih ada pencuri yang datang dan ditangkap mengatakan; terima kasih Abu Hurairah, dua malam berturut-turut engkau melepaskan aku. Sekarang engkau akan menyerahkan ke pengadilan, mungkin saya akan dieksekusi, tapi sebelumnya saya akan meghibahkan kepadamu tanda terima kasih. Apa itu ? saya akan mengajari engkau wirid. Kalau engkau membacanya kamu tidak akan pernah bisa digoda oleh iblis. dan kalau engkau baca setan dan iblsi lari terbirit birit sampai mentok ke ujung langit. Tertarik Abi Hurairah. Bacalah ayat kursi. Jadi iblis ini yang menyamar sebagai pencuri fasih sekali membaca ayat kursi. Yang kita pelajari. justru iblis fasih membacanya. Sekarag susah membedakan mana iblis mana malaikat.
Ustadz Sholih Hasyim, Pengurus DPP Hidayatullah. Pengasuh Pesantren Hidayatullah Kudus, Jawa Tengah
-------------------------------
Sumber : https://ift.tt/36aR9oD
Alamat link terkait :Makna di Balik Pengulangan ‘Iqra’ Pada Surat Pertama
0 Response to "Makna di Balik Pengulangan ‘Iqra’ Pada Surat Pertama"
Posting Komentar