Korelasi antara Perilaku Kerja Keras, Jujur, Tanggung Jawab, Adil dan Toleransi dalam Kehidupan
Mengaitkan antara bekerja keras dan tanggung jawab dengan kehidupan sehari-hari yang berkembang di masyarakat.
Bekerja keras berarti berusaha atau beriktiar secara sungguh-sungguh, dengan kata lain bekerja keras adalah bekerja dengan gigih dan sungguhsungguh untuk mencapai suatu yang dicita-citakan.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Bertanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Artinya bertanggung jawab itu sudah merupakan bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab.
Orang yang bekerja keras akan dengan senang hati menjalani kehidupan ini. Setiap detik kehidupan yang dijalaninya adalah kerikil kecil bagi dasar bangunan masa tuanya. Setiap detak nafas kehidupan dilaluinya dengan kepuasan hati. Dan setiap langkahnya adalah perbuatan yang bermanfaat bagi siapa saja yang dijumpainya. Rasulullah saw. adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda;
“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, (inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.)
Rasulullah saw. tidak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, tangan para pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah Saw. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah Saw. justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.
Peristiwa tersebut diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa sebenarnya ada korelasi antara perilaku kerja keras dengan sikap jujur, tanggung jawab, adil dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Coba renungkan bagaimana respon para sahabat terhadap perilaku Rasulullah Saw. ketika mencium tangan tukang pemecah batu, yang kemudian diwujudkan dalam sebuah pertanyaan; “Wahai Rasulullah Saw., seandainya kami bekerja seperti dilakukan orang itu, apakah kami dapat digolongkan jihad di jalan Allah Swt. (Fi sabilillah)?,maka alangkah baiknya.”
Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anakanaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah. (HR Thabrani).
Sedangkan orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah Saw. amat prihatin terhadap para pemalas (Perhatikan Q.S. al-Jumu’ah/62:10 dan QS Nuh/71:19-20).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ . فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."(Q.S. al-Jum’at/62:9-10)
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا . لِتَسْلُكُوا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا
“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu". (QS Nuh/71:19-20).
Perilaku seorang muslim harus selalu bekerja keras dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya. Tidak mungkin pekerjaan yang dipilihnya akan berhasil maksimal jika kita bermalas-malasan, atau tidak mau bekerja keras. Kita akan jauh ketinggalan dari orang lain atau umat lain, jika kita tidak memiliki semangat kerja keras ini.
Agar hasil yang diperoleh dari bekerja keras mencapai tujuan, maka seseorang harus memiliki niat dan kemauan. Melakukan segala sesuatu harus dilandasi motivasi hanya mengharap ridha Allah Swt. Nilai sebuah amal di hadapan Allah Swt. sangat ditentukan oleh niat atau motivasi seseorang. Rasulullah Saw. dalam sebuah hadits yang sangat populer menyatakan bahwa sesungguhnya segala amal manusia ditentukan oleh niatnya. Selain itu, seorang muslim harus senantiasa menimbang-nimbang dan menilai segala sesuatu yang akan dilakukan apakah benar dan bermanfaat. Apabila ia sudah yakin akan kebenaran dan kemanfaatan sesuatu yang akan dilakukan, maka tanpa ragu-ragu lagi untuk dilakukan.
Rasulullah Saw. mengingatkan dalam sabdanya; "Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, penuhilah jika berjanji, tunaikan jika dipercaya, jagalah kemaluan kalian, tundukanlah pandangan, dan tahanlah tangan kalian” (HR. Ahmad).
Seorang pekerja keras di samping jujur dalam niat, lisan dan jujur dalam berjanji, tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan jujur ketika berinteraksi atau bermu’amalah dengan orang lain. Seorang muslim tidak pernah menipu, memalsu, dan berkhianat sekalipun terhadap non muslim.
Ketika ia menjual tidak akan mengurangi takaran dan timbangan, ketika ia bekerja, bekerja dengan maksimal sesuai target yang ditetapkan. Pada saat membeli tidak akan memperberat timbangan dan menambah takaran. Orang bekerja keras juga perlu jujur dalam berpenampilan sesuai kenyataan. Seorang yang jujur akan senantiasa menampilkan diri apa adanya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak memakai topeng dan baju kepalsuan, tidak mengada-ada dan menampilkan diri secara bersahaja.
Kenapa perilaku bekerja keras harus berperilaku jujur, tanggung jawab, adil dan toleransi dalam kehidupannya? Seorang yang bekerja tentu berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggung jawabnya, kejujurannnya, berprilaku adil dan toleran. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas perilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya.
Tanggung jawab vertikal ini bertingkat-tingkat tergantung levelnya. Siswa, kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya sesuai dengan ruang lingkup yang dipimpinnya. Seorang mukmin yang cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan memperbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. Para salafus sholih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban berat tersebut kecuali bila selalu melakukan kontrol, mereformasi yang rusak pada rakyatnya, menyingkirkan orang-orang yang tidak amanah dan menggantinya dengan orang yang sholeh.
Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang korelasi antara perilaku kerja keras, jujur, tanggung Jawab, adil dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Sumber buku Siswa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XII SMA/SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Alamat link terkait :Korelasi antara Perilaku Kerja Keras, Jujur, Tanggung Jawab, Adil dan Toleransi dalam Kehidupan
0 Response to "Korelasi antara Perilaku Kerja Keras, Jujur, Tanggung Jawab, Adil dan Toleransi dalam Kehidupan"
Posting Komentar