Sebuah Sisa Luka
Oleh : O. Solihin
Paku yang ditancapkan di batang pohon ini, pasti menyisakan 'luka'. Setidaknya batang pohon ini tak lagi alami, ada benda lain yang sengaja ditusukkan. Jika suatu saat paku ini dicabut, pasti ada bekasnya.
Begitu pula dalam kehidupan kita. Pergaulan dengan sesama, seringkali menimbulkan gesekan, bahkan tusukan. Baik secara fisik maupun psikis. Berkelahi bisa saja diambil sebagai bentuk penyelesaian atas sebuah konflik. Bisa juga dihamburkannya sumpah serapah yang amat menyakitkan hati. Ada luka fisik, ada luka batin. Apalagi jika keduanya terluka.
Waktu mungkin saja akan menyembuhkan luka, tetapi kita tak akan pernah lupa pada sakitnya. Kata-kata kasar dan makian, yang sudah terlewat sekian tahun lamanya, bisa saja kita lupakan peristiwanya, bahkan kita maafkan. Namun, sakit hatinya masih terasa dan tak jua bisa dilupakan begitu saja. Itu kenangan yang menyakitkan dan membuat trauma.
Itu sebabnya, berhati-hatilah dalam bergaul dengan sesama. Berpikirlah sebelum bertindak. Pikirkan apa saja dampak yang akan terjadi jika kita melakukan sesuatu atau mengucapkan sesuatu kepada orang lain yang berinteraksi dengan kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencaci-maki seorang muslim adalah sebuah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah sebuah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaih)
Jika kita tak mampu berbuat baik kepada saudara kita, setidaknya kita tidak menyakitinya. Jika belum bisa membahagiakan saudara kita, setidaknya janganlah memberikan kesedihan kepadanya. Semoga kita menjadi orang yang senantiasa diberikan kemudahan untuk berbuat baik, bagi diri sendiri, juga bagi orang lain. Insya Allah.
Begitu pula dalam kehidupan kita. Pergaulan dengan sesama, seringkali menimbulkan gesekan, bahkan tusukan. Baik secara fisik maupun psikis. Berkelahi bisa saja diambil sebagai bentuk penyelesaian atas sebuah konflik. Bisa juga dihamburkannya sumpah serapah yang amat menyakitkan hati. Ada luka fisik, ada luka batin. Apalagi jika keduanya terluka.
Waktu mungkin saja akan menyembuhkan luka, tetapi kita tak akan pernah lupa pada sakitnya. Kata-kata kasar dan makian, yang sudah terlewat sekian tahun lamanya, bisa saja kita lupakan peristiwanya, bahkan kita maafkan. Namun, sakit hatinya masih terasa dan tak jua bisa dilupakan begitu saja. Itu kenangan yang menyakitkan dan membuat trauma.
Itu sebabnya, berhati-hatilah dalam bergaul dengan sesama. Berpikirlah sebelum bertindak. Pikirkan apa saja dampak yang akan terjadi jika kita melakukan sesuatu atau mengucapkan sesuatu kepada orang lain yang berinteraksi dengan kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencaci-maki seorang muslim adalah sebuah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah sebuah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaih)
Jika kita tak mampu berbuat baik kepada saudara kita, setidaknya kita tidak menyakitinya. Jika belum bisa membahagiakan saudara kita, setidaknya janganlah memberikan kesedihan kepadanya. Semoga kita menjadi orang yang senantiasa diberikan kemudahan untuk berbuat baik, bagi diri sendiri, juga bagi orang lain. Insya Allah.
O. Solihin, Penulis Buku dan Motivator Remaja
Alamat link terkait :Sebuah Sisa Luka
0 Response to "Sebuah Sisa Luka"
Posting Komentar