Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-macam Manthuq dan Mafhum

Judul : Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-macam Manthuq dan Mafhum

Baca Juga:


Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-macam Manthuq dan Mafhum

a. Manthuq.
1. Pengertian Manthuq.
Mantuq adalah makna lahir yang tersurat (eksplisit) yang tidak mengandung kemungkinan pengertian ke makna yang lain.

2. Pembagian Manthuq.
a. Nash.
Nash ialah lafadh yang bentuknya sendiri telah jelas maknanya.
Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196,

فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ

“Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah : 196)

Penyifatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan “Sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (kiasan). Inilah yang dimaksud dengan nash.

b. Zahir. 
Zahir ialah lafadh yang yang maknanya segera dipahami ketika diucapkan tetapi masih ada kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh).

Contohnya dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 222,

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ

“Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka bersuci ….” (QS. Al Baqarah :  222)

Berhenti dari haid dinamakan suci (tuhr), berwudhu dan mandi pun disebut “tuhr”. Namun penunjukan kata “tuhr” kepada makna kedua (mandi) lebih tepat, jelas (zahir) sehingga itulah makna yang rajih (kuat), sedangkan penunjukan kepada makna yang pertama (berhenti haid) adalah marjuh (lemah).

c. Muawwal.   
Mu’awwal adalah lafazh yang diartikan dengan makna marjuh karena ada sesuatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang lebih rajih. Mu’awwal berbeda dengan zahir; zahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh, sedangkan mu’awwal diartikan dengan makna marjuh karena ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi masing-masing kedua makna ini ditunjukkan oleh lafazh menurut bunyi ucapan yang tersurat.

d. Dalalah Istida'.
Dalalah istida’ adalah kebenaran petunjuk lafadh kepada makna yang tepat tapi terkadang bergantung pada sesuatu yang tidak disebutkan. Contohnya pada Al-Qur'an Surat An Nisa ayat 23,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ

“ diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu” (QS. An Nisa : 23)

Ayat ini memerlukan adanya adanya kata-kata yang tidak disebutkan, yaitu kata “bersenggama”, sehingga maknanya yang tepat adalah “diharamkan atas kamu (bersenggama) dengan ibu-ibumu.” 

e. Dalalah Isyaroh.
Dalalah Isyarah adalah kebenaran petunjuk lafadh kepada makna yang tepat berdasarkan isyarat lafadh. Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 187,

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutiah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga jelas bagi kamu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar… “  (QS. Al Baqarah : 187)

Ayat ini menunjukkan sahnya puasa bagi orang-orang yang di waktu pagi hari masih dalam keadaan junub, sebab ayat ini membolehkan bercampur sampai dengan terbit fajar sehingga tidak ada kesempatan untuk mandi. Keadaan demikian memaksa kita, pagi dalam keadaan junub.

b. Mafhum.
1. Pengertian Mafhum.
Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafazdh tidak berdasarkan pada bunyi ucapan yang tersurat, melainkan berdasarkan pada pemahaman yang tersirat.

2. Pembagian Mafhum.
a. Mafhum muwafaqah (perbandingan sepadan) yaitu makna yang hukumnya sepadan dengan manthuq.
1. Fahwal Khitab.
Fahwal khitab yaitu apabila makna yang dipahami itu lebih memungkinkan diambil hukumnya daripada mantuq. Misalnya pada Al-Qur'an Surat al Isra ayat 23,

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ

“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya (orang tua) perkataan ‘ah’ .” (QS. al Isra : 23)

Ayat ini mengharamkan perkataan “ah” yang tentunya akan menyakiti hati kedua orang tua, maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain seperti mencaci-maki, memukul lebih diharamkan lagi, walaupun tidak disebutkan dalam teks ayat.

2. Lahnul Khitab.
Lahnul Khitab yaitu bila mafhum dan hukum mantuq sama nilainya. Misalnya pada Al-Qur'an Surat An Nisa' ayat 10,

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya … “ (QS. An Nisa' : 10)

Ayat ini melarang memakan harta anak yatim maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain seperti : membakar, menyia-nyiakan, merusak, menterlantarkan harta anak yatim juga diharamkan.

b. Mafhum mukhalafah (perbandingan terbalik) yaitu makna yang hukumnya kebalikan dari manthuq.

1. Mafhum sifat.
Mafhum sifat adalah sifat ma’nawi. Contohnya pada Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 6,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti … “  (QS. Al Hujurat : 6)

Ayat ini memerintahkan memeriksa dengan meneliti berita yang dibawa oleh orang fasik. Maka dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) bahwa berita yang dibawa oleh orang yang tidak fasik tidak perlu diperiksa dan diteliti.

2. Mafhum syarat.
Mafhum syarat yaitu memperhatikan syaratnya. Contohnya seperti pada Al-Qur'an Surat At Talaq ayat 6 :

وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

“Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin .” (QS. At Talaq : 6)

Dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) maka jika di talak dalam keadaan tidak hamil tidak perlu diberi nafkah.

3. Mafhum ghayah.
Mafhum ghayah.Contohnya dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 230,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

“Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain … “ (QS. Al Baqarah :  230)

Dengan pemahaman terbalik bila mantan istri sudah ditalak tiga kali kemudian menikah lagi dengan lelaki lain dan kemudian bercerai maka menjadi halal dinikahi lagi.

4. Mafhum hasr (pembatas, hanya).
Mafhum hasr (pembatasan).Misalnya pada Al-Qur'an Surat Al Fatihah ayat 5:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan … “ (QS Al Fatihah : 5)

Dengan pemahaman terbalik maka tidak boleh menyembah kepada selain Allah Swt dan tidak boleh memohon pertolongan kepada selain Allah Swt.


Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian manthuq, mafhum, macam-macam manthuq  dan mafhum. Sumber Buku Fiqih Ushul Fiqih Kelas XII MA. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Judul artikel terkait :Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-macam Manthuq dan Mafhum
Alamat link terkait :Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-macam Manthuq dan Mafhum

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Manthuq, Mafhum, Macam-macam Manthuq dan Mafhum"

Posting Komentar