Biografi Singkat Al-Hallaj (Husein bin Mansur al-Hallaj)
Al-Hallaj ini memiliki nama lengkap Husein bin Mansur al-Hallaj. Lahir pada tahun 244 H atau 858 M di salah satu kota kecil Persia, yakni kota Baidha. Masa kecilnya ia habiskan di kota Wasiṭ dekat dengan Bagdadsampai usia 16 tahun. Diusia 16 ini ia mulai meninggalkan kota Wasith untuk menuntut ilmu kepada seorang Sufi besar dan terkenal, yakni Sahl bin Abdullah al-Tustur di negri Ahwaz.
Kemudian setelah belajar di negri Ahwaz ia pergi ke Bashrah dan belajar kepada Amr al-Makki. pada tahun 264 H. ia melanjutkan belajarnya kepada al-Junaid di kota Baghdad yang merupakan seorang sufi besar pula. Selain besar keinginannya mempelajari ilmu kepada tokoh-tokoh sufi besar dan terkenal, ia juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga kali. Dari sini jelas tidak diragukan bahwa pengetahuan tentang ajaran-ajaran tasawuf tidak diragukan.
Ketika tiba di makkah pada tahun 897 M, ia memutuskan mencari jalan sendiri untuk bersatu dengan Tuhan, pada tahun ini bisa dikatakan al-Hallaj tealah memulai pemikiran-pemikirannya tentang bagaiman menyatu dengan Tuhan. Namun setelah ia menemukan cara bersatu dengan Tuhan dan menyampaikan ajaranya kepada orang lain, ia justru dianggap sebagai orang gila, bahkan diancam oleh pengusa Mekah untuk dibunuh, yang akhirnya ancaman tersebut membawanya untuk kembali ke Baghdad.
Dalam perjalanan hidupnya yang dihiasi buah hasil pemikiranpemikirannya di bidang tasawuf, ia sering keluar masuk penjaran akibat konflik dengan ulama fikih, konflik tersebut dipicu oleh pikiran-pikiran al Hallaj yang dianggap ganjil. Ulama fikih yang sangat besar pengaruhnya karena fatwanya untuk memberantas dan membantah ajaran-ajaran al Hallaj. sehingga ia ditangkap dan dipenjara adalah Ibn Daud al-Isfahani. Tetapi setelah satu tahun dalam pejara, ia dapat meloloskan diri atas bantuan seorang sipir penjara.
Untuk mencari pengamanan atas dirinya, dari bagdad ia melarikan diri ke Sus, suatu wilayah yang terletak di Ahwaz. Kurang lebih empat tahun bersembunyi di kota tersebut, dan tetap tidak mengubah pendiriannya tentang ajaran-ajarannya, akhirnya ia ditangkap kembali dan dipenjarakan selama delapan tahun.
Meskipun telah lama hidup dalam penjara, tidak sedikitpun terkurangi pendiriannya atas ajaran-ajarannya tersebut. Sehingga pada tahun 309 H/921 M mengharuskan para ulama di bawah pengawasan kerajaan Bani Abbas, masa Khalifah Mu’tashim Billah, untuk mengadakan persidangan yang menghasilkan hukumam mati pada al-Hallaj pada tanggal 18 Ẓulhijjah di tahun yang sama.
Ajaran al-Hallaj.
Pokok dari ajaran al-ḥulul adalah pertama, diri manusia tidak hancur, kedua ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Helbert W. Mason berpendapat al-hulul adalah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Akan tetapi, dalam kesimpulannya, konsep hulul al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sebanarnya. Menurutt Nashiruddin at-Thusiy, al-hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan.
Sesungguhnya Allah Swt, memilih jasad-jasad (tertentu) dan menempatkannya dengan makna ketuhanan setelah menghilangkan sifat sifat kemanusiaan. Menurut filsafat al-Hallaj, Allah Swt., mempunyai dua alam atau sifat dasar, yaitu al-lahut (ketuhanan) dan an-nasut (kemanusiaan). Demikian pula manusia, disamping memiliki sifat kemanusiaan, ia juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya.
Selanjutnya, dalam menguraikan kesatuan al-lahut dan an-nasut atau antara roh ilahiyah dan roh insaniyah, al-Hallaj menggunakan istilah alhulul dalam pengertian Islam.
Dalam menafsirkan ayat tentang penciptaan Adam, menurut al Hallaj, manusia juga memiliki sifat ketuhanan. Pendapat al-Hallaj ini juga dipertegas dengan ayat al-Qur’an :
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Baqarah :34)
Menurutnya, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah memerintahkan kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, karena pada diri Adam Allah telah bersemayam. Keyakinan bahwa Allah telah bersemayam dalam diri Adam ini juga didasari dari sebuah hadis yang sangat berpengaruh di kaangan Sufi, yakni : “Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya”.
Dari ayat dan hadist tersebut, al-Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri manusia memiliki sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusian (nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia dapat bersatu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan, maka terjadilah Hulul, numun untuk mencapai pada tingkatan tersebut, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaanya melalui proses al-fana.
Kemudian setelah belajar di negri Ahwaz ia pergi ke Bashrah dan belajar kepada Amr al-Makki. pada tahun 264 H. ia melanjutkan belajarnya kepada al-Junaid di kota Baghdad yang merupakan seorang sufi besar pula. Selain besar keinginannya mempelajari ilmu kepada tokoh-tokoh sufi besar dan terkenal, ia juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga kali. Dari sini jelas tidak diragukan bahwa pengetahuan tentang ajaran-ajaran tasawuf tidak diragukan.
Ketika tiba di makkah pada tahun 897 M, ia memutuskan mencari jalan sendiri untuk bersatu dengan Tuhan, pada tahun ini bisa dikatakan al-Hallaj tealah memulai pemikiran-pemikirannya tentang bagaiman menyatu dengan Tuhan. Namun setelah ia menemukan cara bersatu dengan Tuhan dan menyampaikan ajaranya kepada orang lain, ia justru dianggap sebagai orang gila, bahkan diancam oleh pengusa Mekah untuk dibunuh, yang akhirnya ancaman tersebut membawanya untuk kembali ke Baghdad.
Dalam perjalanan hidupnya yang dihiasi buah hasil pemikiranpemikirannya di bidang tasawuf, ia sering keluar masuk penjaran akibat konflik dengan ulama fikih, konflik tersebut dipicu oleh pikiran-pikiran al Hallaj yang dianggap ganjil. Ulama fikih yang sangat besar pengaruhnya karena fatwanya untuk memberantas dan membantah ajaran-ajaran al Hallaj. sehingga ia ditangkap dan dipenjara adalah Ibn Daud al-Isfahani. Tetapi setelah satu tahun dalam pejara, ia dapat meloloskan diri atas bantuan seorang sipir penjara.
Untuk mencari pengamanan atas dirinya, dari bagdad ia melarikan diri ke Sus, suatu wilayah yang terletak di Ahwaz. Kurang lebih empat tahun bersembunyi di kota tersebut, dan tetap tidak mengubah pendiriannya tentang ajaran-ajarannya, akhirnya ia ditangkap kembali dan dipenjarakan selama delapan tahun.
Meskipun telah lama hidup dalam penjara, tidak sedikitpun terkurangi pendiriannya atas ajaran-ajarannya tersebut. Sehingga pada tahun 309 H/921 M mengharuskan para ulama di bawah pengawasan kerajaan Bani Abbas, masa Khalifah Mu’tashim Billah, untuk mengadakan persidangan yang menghasilkan hukumam mati pada al-Hallaj pada tanggal 18 Ẓulhijjah di tahun yang sama.
Ajaran al-Hallaj.
Pokok dari ajaran al-ḥulul adalah pertama, diri manusia tidak hancur, kedua ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Helbert W. Mason berpendapat al-hulul adalah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Akan tetapi, dalam kesimpulannya, konsep hulul al-Hallaj bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sebanarnya. Menurutt Nashiruddin at-Thusiy, al-hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan.
Sesungguhnya Allah Swt, memilih jasad-jasad (tertentu) dan menempatkannya dengan makna ketuhanan setelah menghilangkan sifat sifat kemanusiaan. Menurut filsafat al-Hallaj, Allah Swt., mempunyai dua alam atau sifat dasar, yaitu al-lahut (ketuhanan) dan an-nasut (kemanusiaan). Demikian pula manusia, disamping memiliki sifat kemanusiaan, ia juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya.
Selanjutnya, dalam menguraikan kesatuan al-lahut dan an-nasut atau antara roh ilahiyah dan roh insaniyah, al-Hallaj menggunakan istilah alhulul dalam pengertian Islam.
Dalam menafsirkan ayat tentang penciptaan Adam, menurut al Hallaj, manusia juga memiliki sifat ketuhanan. Pendapat al-Hallaj ini juga dipertegas dengan ayat al-Qur’an :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Baqarah :34)
Menurutnya, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah memerintahkan kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, karena pada diri Adam Allah telah bersemayam. Keyakinan bahwa Allah telah bersemayam dalam diri Adam ini juga didasari dari sebuah hadis yang sangat berpengaruh di kaangan Sufi, yakni : “Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya”.
Dari ayat dan hadist tersebut, al-Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri manusia memiliki sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusian (nasut). Jika sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia dapat bersatu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan, maka terjadilah Hulul, numun untuk mencapai pada tingkatan tersebut, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaanya melalui proses al-fana.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang biografi singkat Al-Hallaj (Husein bin Mansur al-Hallaj). Sumber Buku Akhlak Kelas XI MA Hal 143-146 Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Alamat link terkait :Biografi Singkat Al-Hallaj (Husein bin Mansur al-Hallaj)
0 Response to "Biografi Singkat Al-Hallaj (Husein bin Mansur al-Hallaj)"
Posting Komentar