Jangan Suka Berhutang atau Hal Tak Terduga Ini Mengancam Kita Selamanya
Memang apa-apa bisa didapatkan dengan cepat ketika uang untuk membelinya adalah hasil dari berhutang. Tapi tak tahukah bahwa hal ini akan membuntutimu selamanya? Bahkan bisa jadi sampai di akhirat kelak!
Di dalam islam, hutang piutang dikenal dengan sebutan Al- Qardh, yang secara bahasa berasal dari kata Al-Qath’ u yang artinya adalah memotong. Sedangkan menurut istilah, hutang piutang (Al- Qardh) bisa didefinisikan sebagai pemberian harta (bisa dalam bentuk uang dan lainnya) sebagai suatu bentuk kasih sayang kepada mereka yang nantinya akan memanfaatkan harta tersebut, dimana suatu saat si peminjam akan mengembalikan harta tersebut sesuai dengan apa yang telah ia pinjam.
Maka dari hal tersebutlah, hutang merupakan hal yang wajib untuk sesegera mungkin untuk kita melunasinya, dan jangan sampai ditunda jika sudah memiliki penggantinya. Namun kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah alasan untuk seseorang untuk meminjam uang. Sehingga akan cukup sulit bagi mereka yang khususnya berpenghasilan pas-pasan untuk segera membayar hutangnya.
Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita memanajemen keuangan rumah tangga, jangan sampai kita tergoda dan mudah untuk meminjam uang atau berutang dengan berbagai alasan kekurangan untuk kebutuhan hidup. Karena sejatinya, manusia itu tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang ia capai, apa yang sudah ia miliki dan apa yang ia dapatkan. Sehingga, penting bagi kita jangan terlalu mudah berutang.
Inilah beberapa alasan mengapa kita jangan terlalu mudah berutang, yaitu:
1. Memberikan pahala kepada orang yang kita utangi
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ
“Barang siapa mati dan memiliki tanggungan utang dinar ataupun dirham, maka ia akan dilunasi dengan pahala kebaikannya. Karena di akhirat tiada lagi manfaat dinar ataupun dirham.” (HR. Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma dan Syaikh Al Albani mengomentari hadits ini dalam Shahihut Targhib no. 1803, “Hasan shahih.”)
Apabila utang kita tidak sempat dibayarkan, maka di akhirat akan dilunasi dengan memberikan pahala yang kita punya kepada orang yang kita utangi. Semakin banyak utang yang tidak kita bayar, akan semakin banyak pula pahala yang terkurangi. Dan jika pahala kita sudah habis, maka dosa orang yang kita utangi akan dilemparkan kepada kita.
2. Dianggap pencuri dihadapan Allah ketika berutang dengan niatan tidak melunasinya
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا
“Tidaklah seseorang berutang dengan niatan tidak melunasinya, melainkan ia akan menghadap Allah dalam keadaan teranggap sebagai seorang pencuri.” (HR. Ibnu Majah dan al Baihaqi dari shahabat Shuhaib al Khair radhiallahu anhu dan Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shahih Targhib no. 1802, “Hasan lighairihi.”)
3. Tidak masuk surga bagi orang yang belum terlepas dari utang
Dalam hadits yang lain Rasulullah juga bersabda:
مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ
“Barang siapa yang ruhnya meninggalkan jasad dalam keadaan ia terlepas dari tiga hal, maka ia berhak masuk surga. Tiga hal itu ialah ghulul (mengambil rampasan
perang sebelum pembagiannya), utang, dan sombong.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari shahabat Tsauban radhiallahu anhu dan dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Targhib no. 1798). (Lafadz di atas dari Ibnu Majah_admin).
4. Halal kehormatannya (disebarluaskan kelakuannya, agar orang-orang tidak bertransaksi dengannya) dan dihukum
Bagi orang yang berutang dan ia mampu melunasinya, diharamkan baginya untuk melakukan mumathalah. Mumathalah maknanya menahan harta yang menjadi hak orang yang ia utangi. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Perbuatan mumathalah dari orang yang kaya termasuk perbuatan zalim.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Dalam hadits yang lain, beliau shalallahu alaihi wa sallam mengungkapkan: “Siapa yang menahan harta yang menjadi tanggungannya padahal ia mampu, halal kehormatannya dan dihukum.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Targhib no: 1815)
Orang yang melakukan hal yang demikian, maka halal kehormatannya. Yakni, disebarluaskan kelakuannya sehingga orang-orang bisa menjauhinya agar tidak lagi bertransaksi dengannya. Sedangkan hukuman, Ibnul Mubarak rahimahullah menafsirkan, “Hal untuk dipenjara.”
5. Jiwa masih bergantung dengan utangnya hingga ia melunasinya
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa utangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
6. Tidak dishalatkan jenazahnya sampai lunas utangnya
Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung utangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
7. Dosa utang tidak akan diampuni walaupun mati syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim no. 1886)
Subhanallah… Para Pembaca yang dirahmati oleh Allah, demikianlah alasan-alasan sebaiknya kita tidak mudah berutang yang tercantum dalam hadits di atas. Semakin membuat kita takut dan berhati-hati dalam berutang. Jika kita memiliki utang saat ini, maka kita termotivasi untuk segera melunasinya. Semoga kita dijauhkan dari sikap yang mudah berutang, agar hidup kita penuh keberkahan dari Allah. Aamiin
4. Halal kehormatannya (disebarluaskan kelakuannya, agar orang-orang tidak bertransaksi dengannya) dan dihukum
Bagi orang yang berutang dan ia mampu melunasinya, diharamkan baginya untuk melakukan mumathalah. Mumathalah maknanya menahan harta yang menjadi hak orang yang ia utangi. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Perbuatan mumathalah dari orang yang kaya termasuk perbuatan zalim.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Dalam hadits yang lain, beliau shalallahu alaihi wa sallam mengungkapkan: “Siapa yang menahan harta yang menjadi tanggungannya padahal ia mampu, halal kehormatannya dan dihukum.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Targhib no: 1815)
Orang yang melakukan hal yang demikian, maka halal kehormatannya. Yakni, disebarluaskan kelakuannya sehingga orang-orang bisa menjauhinya agar tidak lagi bertransaksi dengannya. Sedangkan hukuman, Ibnul Mubarak rahimahullah menafsirkan, “Hal untuk dipenjara.”
5. Jiwa masih bergantung dengan utangnya hingga ia melunasinya
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa utangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
6. Tidak dishalatkan jenazahnya sampai lunas utangnya
Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung utangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
7. Dosa utang tidak akan diampuni walaupun mati syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim no. 1886)
Subhanallah… Para Pembaca yang dirahmati oleh Allah, demikianlah alasan-alasan sebaiknya kita tidak mudah berutang yang tercantum dalam hadits di atas. Semakin membuat kita takut dan berhati-hati dalam berutang. Jika kita memiliki utang saat ini, maka kita termotivasi untuk segera melunasinya. Semoga kita dijauhkan dari sikap yang mudah berutang, agar hidup kita penuh keberkahan dari Allah. Aamiin
sumber:pelangi-mus-lim.blogspot.com
Alamat link terkait :Jangan Suka Berhutang atau Hal Tak Terduga Ini Mengancam Kita Selamanya
0 Response to "Jangan Suka Berhutang atau Hal Tak Terduga Ini Mengancam Kita Selamanya"
Posting Komentar